Nama Pulau Sitabok tentu masih sangat asing terdengar bagi kebanyakan orang bahkan bagi sebagian penduduk kepulauan dimana Pulau Sitabok sendiri berada. Sitabok sebenarnya merupakan bagian dari untaian pulau-pulau yang terhampar di timur Pulau Madura, tepatnya masuk dalam wilayah administratif Kepulauan Kangean. Akses ke Sitabok terbilang cukup rumit dan memakan waktu yang tidak singkat.  Pertama, perjalanan diawali dengan kendaraan darat dari Surabaya menuju Sumenep, yakni kota paling timur di Pulau Madura yang ditempuh kurang lebih selama 4-5 jam. Sampai di Sumenep, perjalanan dilanjutkan dengan menumpang kapal menuju Pulau Kangean selama setidaknya 3,5 jam menggunakan kapal ekspress dan 10-12 jam dengan kapal fery. Perjalanan belum berhenti di Kangean, masih harus ditempuh lagi kira-kira 1 jam perjalanan darat dari Pelabuhan Batuguluk di Kangean menuju Sungai Beto-beto, salah satu start menuju pulau-pulau kecil yang berada di timur Pulau Kangean. Setelah itu barulah tersisa 2-3 jam menuju Pulau Sitabok menggunakan kapal kayu nelayan. Terhitung dibutuhkan setidaknya 10-18 jam untuk sampai di Pulau Sitabok dari start Surabaya. Lalu apa yang membuat Pulau Sitabok begitu istimewa untuk dikunjungi? Anda akan dapat menemukan jawabannya dengan coba mengetik keyword "Sitabok" di salah satu situs informasi virtual yakni google. Dari sekian banyak deretan hasil judul artikel, hampir sebagian besar memuat mengenai isu penjualan Pulau Sitabok pada investor terkait pengembangan Sitabok sebagai resort wisata bagi turis asing khususnya Timur Tengah. Tentu langsung terpikir di benak Anda bahwa disasarnya Sitabok sebagai daerah wisata dikarenakan keindahan alam yang dimiliki oleh pulau tersebut. Hal itu tidak salah. Meskipun terbilang kecil dengan luas hanya mencapai 1 km persegi namun Sitabok memang istimewa. Dipercantik oleh hamparan pasir putih di sepanjang garis pantainya membuat Pulau Sitabok sangat mudah dikenali ketika  tengah berlayar di perairan sekelilingnya. Bukan hanya itu, ekosistem laut di sekitar Pulau Sitabok yang masih terbilang cukup terjaga juga menjadi keunggulan tersendiri, salah satunya adalah masih banyaknya ditemukan spesies bintang laut berbagai ukuran dan warna, dari warna kuning hingga warna biru memukau. Tidak hanya itu, dari atas kapal juga dapat terlihat beraneka spesies ikan karang berwarna-warni dalam kejernihan air laut. Keistimewaan Pulau Sitabok masih akan menggugah gairah Anda ketika menginjakkan kaki di sana dan berinteraksi dengan masyarakat yang menghuni pulau tersebut. Tercatat setidaknya 30 kepala keluarga mendiami Sitabok, angka yang cukup tinggi mengingat luas pulau Sitabok kurang dari 1 km persegi. Dari keseluruhan penghuni Sitabok, tidak semuanya merupakan penduduk asli Kepulauan Kangean melainkan berasal dari berbagai daerah pesisir di wilayah Jawa dan Sulawesi. Keberagaman tersebut menjadi keunikan tersendiri yang melekat pada Sitabok dan menghasilkan akulturasi kebudayaan dan terlihat dari bahasa sehari-hari yang mereka gunakan yakni perpaduan antara bahasa Madura-Sulawesi. Selain bahasa lokal, identitas lokal lain yang sangat menarik adalah mainan tradisional anak-anak Pulau Sitabok. Apabila kebanyakan anak-anak di daerah perkotaan memelihara anjing, kucing atau hewan lain yang lazim diperlihara. Anak-anak di Sitabok justru memelihara kepiting sebagai teman mereka. Kepiting-kepiting tersebut bahkan diikat dengan seutas tali oleh mereka entah dengan tujuan apa, mungkin agar kepiting peliharaan mereka tidak melarikan diri sekaligus klaim atas kepemilikan kepiting tersebut sebagai milik mereka. Setelah dicermati ternyata anak-anak Sitabok cukup cerdas, mereka tidak hanya mengikat satu kepiting dengan tali tersebut, tapi dua kepiting, masing-masing di tiap ujung tali. Sungguh menggelikan ketika melihat dua kepiting tersebut dalam usaha mereka melepaskan diri yang sia-sia sebab ketika salah satu kepiting berjalan ke arah kanan, kepiting yang berada di ujung lain justru mengambil jalan ke arah kiri. Alhasil dua kepiting itu seakan berjalan di tempat. Sitabok boleh dibilang hanya secuil dari untaian jamrud khatulistiwa Indonesia namun keaslian masyarakat beserta budayanya menjadi pemanis kecantikan Indonesia. Seakan dua sisi mata koin yang berbeda, di satu sisi kita layak merasa bangga karena Sitabok dilirik oleh investor untuk dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata sebab hal itu berarti Sitabok diakui sebagai lokasi yang berpotensi. Namun di sisi lain, sangat ironis apabila keaslian Sitabok justru terancam hilang ketika Sitabok resmi menjadi resort pemuas wisatawan asing. Ketika Sitabok di kemudian hari menjadi ikon wisata bagi dunia luar, akankah kita mampu untuk memastikan bahwa kekayaan kita dikelola oleh luar untuk perut kita? Dan ketika hal itu bukanlah apa yang dibutuhkan oleh Indonesia, akankah kita teguh untuk berkata tidak pada segala bentuk eksploitasi atas kekayaan Indonesia? Akankah kita mampu untuk tetap melindungi apa yang menjadi kekayaan kita dari tangan-tangan luar?

 
Top